Selasa, 14 Juni 2011

Bayar SPP Pakai Kelapa

"Yu; ngenjang bayaran nggih".  pintaku pada "Yayu" panggilan untuk ibu. "ya kae nganah klapane de peti, nyong tek ngadang kaki Roni; ngko de slumbati sisan".

Itu dialog aku dengan Ibuku ketika masih sekolah di SMEA. membayar SPP / bulanan sekolah adalah hal utama yang harus dipikirkan untuk dapat mengenyam pendidikan; apalagi untuk lanjutan tingkat atas. Rp 2.000,- s/d Rp 5.000,- adalah jumlah yang sangat besar; setara dengan 20 s/d 30 butir  kelapa atau setara 20 kg beras.

Pemasukan satu-satunya adalah menjual hasil bumi; maka jangankan ratusan ribu; untuk mengumpulkan sepuluh ribupun tak terbayangkan dari  mana harus diperoleh. Saat itu upah kerja perhari (Kuli Bangunan) +/- Rp 350 s/d 500 per hari.
Teringat ketika tamat SMEP sebelum masuk SMEA ada selang waktu beberapa bulan karena adanya perubahan kalender pendidikan. Waktu tersebut aku gunakan untuk ikut nguli bangunan disekolah SMEA dimana nantinya aku akan sekolah. Seminggu aku dapat duit Rp 1800,- jadi SPP setara dengan 2 minggu bayaran kuli harian.
Boro-boro uang jajan; uang pegangan untuk cadangan keadaan darurat pun  ga punya. Pernah suatu saat ban sepedanya bocor masih di Bandengan (Jl. Dr Sutomo); maka satu-satunya jalan adalah jalan kaki sambil nuntun sepeda; beruntung banyak temen yang nawari boncengan sepeda; sehingga tidak terlalu capai walau sambil nuntun sepeda. kenapa ? yang pertama tidak punya uang; kedua bengkel sepeda tidak semudah sekarang.

Maka bersyukurlah kalau sekarang kesekolah sudah sangat-sangat mudah dan dipermudah; sepeda motor, jumlah sekolah yang banyak dan relatif mendekat;dan masih banyak kemudahan-kemudahan yang lain.
Manfaatkan waktu usia sekolah dengan sebaik-baiknya, setinggi sekolah yang mampu diraih, karena ilmu adalah modal untuk memperoleh drajat yang tinggi disisi Allah dan dihadapan Manusia.

Semoga Anak keturunan Eyang Nurkasan menjadi ahli ilmu, anak keturunan yang membanggakan orang tua dan pendahulunya; karena ilmu / ajaran para pendahulunya bermafaat, sehingga pahalanya mengalir kepada semua yang menularkan ilmunya.

Jumat, 06 Mei 2011

Ngarah Keong Bersma Bapak (Eyang Kusen)

Bapak pada sampai era tahun 75 adalah peternak bebek, ketika itu kami klas 4 atau lima SD. Suatu hari saya di ajak mencari siput (keong) untuk umpan Bebek.  Pagi itu saya di ajak bersepeda ke arah kota cilacap, sampailah saya suatu tempat dekat dengan Kilang minyak yang baru dibangun. Orang kampung saya bilang Pelur (mungkin nama pemborong Proyek Kilang Minyak Cilacap) proyek pertamina cilacap. Belakangan saya tahu nama daerah tempat saya mencari keong tersebut adalah daerah Rawa Pasung. Disana dibelakang proyek pertamina terbentang luas sawah; disitulah saya sepanjang pematang berjalan dan membongkok sambil membolak balik rumput, jerami busuk atau apa saja yang diperkirakan menjadi tempat sembunyi atau bersemayamnya keong-keong.
Tidak terasa perjalanan mengelilingi  pematang telah begitu jauh dari tempat semula mulai turun kesawah, tempat sepeda butut, karatan, tanpa rem, tanpa sparkboard (penutup ban), dan paslin yang pada kering disetiap porosnya; sehingga ketika bergerak, dari poros stang muncul suara kreiet-kriet.
Dari kejauhan kelihatan sepeda kami hanya nampak stangnya saja; sengaja Bapak menutupi sepeda dengan dedaunan supaya rodanya tidak kepanasan; yang bisa berakibat fatal; meledak atau kempes lantaran  pentilnya semakin lonyod.
Kepis ukuran sedang sudah mulai penuh dengan keong,  panas matahari begitu menyengat, sehingga tenggorokan terasa kering, bibir terasa sulit untuk membuka lantaran lidah tidak lagi mampu membasahi bibir.
Kulihat Bapak terpaut jarak  empat atau lima kotak sawah; beliau memberi isyarat untuk mendekat; saya jalan terseok-seok karena pematang terlalu kecil, disana sini banyak tumpukan rumput yang dikumpulkan dari sawah yang disiangi (diwatun), apalagi haus dan perut sudah sejak tadi bunyi; pertanda minta diisi. Kumasukan keong hasil saya ngumpulin kedalam kandi (karung plastik) yang dibawa Bapak. Saya pikir Bapak akan mengajak pulang, setelah aku menyatukan keong hasil tangkapanku; ternyata Bapak berjalan ke arah yang menjauh dari posisi sepeda di pinggir jalan. Aku  terpaksa mengambil jalan pematang yang lain dipersimpangan berikutnya untuk mencari keong. Perut makin terasa lapar, lutut mulai gemetaran; aku terduduk di pematang, sebentar kemudian aku berjalan menuju sepeda  sambil sesekali memungut keong. aku tengok, mendongak kearah sepeda ternyata tempat sepeda gak kelihatan tertutup pepohonan, mungkin kebun Singkong.
Untuk sampai ke tempan nyimpan sepeda terasa lama sekali, padahal aku tidak lagi perdulikan keong yang nampak sekalipun dekat nempel di pematang; karena gemetran dan haus taktertahankan.
sambil menunggu bapak datang, saya duduk-duduk di perengan pinggir jalan. ketika bapak datang aku di ajak beli makanan; ketika itu adanya ondol-ondol (sunda : Misro), gorengan Dage, tahu brontak (tahu isi, gehu).
Meskipun udah kenyang makan dan minum, badan masih terasa gemeter. akhirnya kami pulang dengan membawa sekarung keong sekitar  waktu asar.

Semoga jerih payah dan perjuangan hidup, untuk menafkahi keluarga diterima Allah sebagai amal ibadah.
Ya Allah ampuni segala dosanya, sayangi dia dan maafkanlah dia. aamiin.

Kamis, 14 April 2011

haul peringatan 4 th wafatnya Eyang Kusen

Hari Selasa dan Rabu 19 Januari 2010, diselenggarakan peringatan 4 tahun wafatnya eyang kusen. acara peringatan bersamaan acara haul kyai ... pendiri dan para sesepuh pondok pesantren Ploso Jawatimur sekaligus temu alumni Santri Pondok Pesantren Ploso se Ex Karesidenan Banyumas.

Dalam acara tersebut juga diselenggarakan semakan AlQur'an selama dua hari;  para Penghafal Qur'an menghafal dengan disimak oleh hadirin. Menghafal alQur'an dari bada subuh sampai asar tamat satu qur'an. Subhanallah.

Acara diakhiri dengan do'a untuk para pendahulu, shohibul hajat, pada hadirin dan tausiyah.

Rabu, 13 April 2011

Eyang Nurkasan Kolektor Benda Pusaka

Saya masih ingat, setiap selasa kliwon,  yang mengeluarkan semua simpanan pusakanya.
Yang bersarung (wrangka) dan pegangan (garan) semua dilepas satu persatu, kemudian di tata dalam sebuah tlumpak (wadah semacam lesung dari kayu) yang sudah berisi air dan jeruk nipis.
Keris-keris (keris, tumbak, pedang panjang), direndam dalam tlumpak sampai beberapa hari. Jumlah benda pusakanya buanyak sekali (mungkin mencapai ratusan).

Saya selalu di ajak untuk membersihkan satu-persatu keris-keris itu, sambil diajari cara memegangnya. memegang keris atau tumbak harus dari pangkalnya tidak boleh dipegang dari pucuknya dan harus hati-hati jangan sampai menggores kulit. pucuknya dijaga jangan mengarah ke diri tapi ke arah lain.
setelah selesai dimandikan (diwarangi), di jemur kemudian dipasang satu persatu garan dan wrangkanya kembali.

Yang saya salut, adalah Eyang  hapal dengan satu persatu keris pusakanya, namanya, pasangan garan dan wrangkanya.
Saya tidak tahu kemana larinya semua benda benda pusaka itu; sekarang pusaka-pusaka itu hanya tinggal beberapa. 

Jumat, 08 April 2011

Keluarga Eyang Kusen

Kustono
Eyang Kusen (Nurkusaini) bin Eyang Nurkasan bin Eyang Muhamad Daim, bin Eyang Tajiwa bin Eyang Sutajaya, peputra 6 (enam).
1. Sukirno berumah tangga dengan Suyati binti Sumarjo klahiran Palembang mempunyai 3 orang anak : Indah Sari Pertiwi, Retno Diah Kusumaningrun dan Muhamad Fadhil Abdusysyukur.
2. Kustono berumah tangga dengan Saripah diberi keturunan 3 : Lukmanul Hakim, Khoirunisa dan Balkis Salsabila;
3. Salimah berumah tangga dengan Sam Mandey (Alm) diberi 2 keturunan : Marinda dan Marandi;
4. Sutarto berumah tangga dengan Admini mendapat keturunan 2 orang anak : Nur  dan Uswatun Hasanah (Atun);
5. Taufik Hidayat berumah tangga dengan Siti Mar'atushalihah
Taufik bersama Istri
6. Suprapto berumah tangga dengan Siti Khotijah asal Gumilir dikaruniai 3 orang putra : Zidni, Robid dan Haekal.

Eyang Nurkusaini meninggal pada usia sekitar 85 tahun pada tahun 2006.  semasa hidupnya beliau menurut kami adalah pekerja keras, sederhana.

Tarto saweg ngalamun
Kenangan bersama beliau;  waktu kecil saya sudah diajari untuk bertani, angon bebek, angon kambing, bahkan memelihara sapi.  suatu ketika saya di ajak angon bebek di rawa bendungan; bebek sedang mencari makan (ngayak) di tengah rawa. Bapak pamitan pulang dulu untuk mengambil umpan bebek dan bekal (penggel); waktu itu belum punya sepeda jadi bapak jalan kaki dari rawa bendungan ke rumah +/- 2 km, lumayan lama lah.  Lama-lama nunggu bebek sendirian, sepi, repot bawa ban mobil (pelampung) untuk nggiring bebek, rasa takut merasuk dalam diri saya. akhirnya pas bebek masanya tidur, saya kiring untuk pulang; padahal suasana terik sekali. baru beberapa ratus meter (disekitar belakang Pak Patra Lubar) bebek gak tahan panas; akhirnya bebk masuk ke sawah yang baru kuning; saya nangis-nangis sendirian.
Nur dan Retno
Atun
kayaknya bebek-bebek itu pada makan padi, karena makin takut dan kacau balaunya bebek-bebek itu, nangisnya makin keras.
untuk Bapak segera datang; akhirnya bebek itu di giring kembali ke rawa; saya diajak makan penggel kalu gak salah pakai jangan kangkung.
Bapak tahu perasaan saya dan beliau begitu sabar, tidak marah. subhanallah. Ya Allah, Ampuni dosa kami, dosa Bapak Ibu kami, sayangi beliau berdua sebagimana mereka meyayangi kami sejak kami kecil. Ya Allah jadikan pengorbanannya didunia engkau terima sebagai amal sholeh. Jadikan sakitnya sebagai kifarat dosa-dosanya, tempatkan beliau bersama orang-orang yang engkau sayangi. Karuniakan kepada kami Ya Allah kemampuan untuk mengamalkan Ilmu yang di ajarkan kepada kami. aamiin.
banyak pengalaman lain yang inysa Allah akan kami tulis, sebagai salah satu wujud cinta kami kepada beliau.
Nisa













Eyang Kusen Kakung Putri saweg dahar









Mbah Cumleng

Ayu nggih Eyang Kusen







Indah Cantik sekali

Selasa, 18 Januari 2011

peringatan wafatnya Eyang Nurkusaini

Sayang anak istri ga bisa hadir, karena indah dan retno ujian semester
fadil gak mau ketinggalan pelajaran, jadi istri terpaksa gak bisa ikut.
mohon maaaf ya saya hanya datang sendiri.

Selametan ngepog Eyang Nurkusaini

Hari Senin saya di SMS Tarto (adik) isinya diminta nelpon ke Rumah Eyang; saya baru inget kalo eyang hari rabu besok 19 Januari akan mengadakan acara slametan untuk memperingati wafatnya Eyang kakung (Eyang Kusen). Eyang putri memintaku pulang untuk ikut mengahadiri acara tersebut. saya jawab Insya Allah.
didalam hati saya "saya harus hadir". insya Allah saya akan minta ijin cuti.

seketika saya inget betapa sayangnya bapak sama saya; pada akhir-akhir hidupnya beliau habiskan dirumah saya hanya untuk menunggu dan menanti kepulangan anaknya yang sedang berhaji. padahal saat itu beliau merasakan beratnya menanggung sakit diabets; ketika saya pulang haji beliau ternyata sedang sakit keras dan meminta untuk segera pulang.
saya memohon menunggu tofik sehingga didalam perjalanan ada yang meneni tarto.
sambil nunggu tofik, bapak makin menurun kesehatannya; saya sempat ikut melayani membersihkan kotorannya, mengenakan pampers; karena demikian berat; itupun ketika diajak kerumah sakit  beliau menolak.
baru cilacap di bawa kerumah sakit. menyesal juga saya tidak dapat mengantar pulang kecilacap.
ampuni saya ya Allah
ampuni dosa ibu bapak kami
ampuni dosa dan kekilafan bapak, jadikan sakitnya kafarat dosanya, sayangi beliau ya Allah
dan tempatkan dia di pangkuanmu, rahmati ibuku ya Allah. Engkau Maha Pemberi Rahmat.
aamiin.